Sidoarjo - Kasus dugaan korupsi insentif pajak untuk ASN Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo membuat KPK terjun melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di lingkungan Pemkab Sidoarjo. Sebenarnya, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali turut dicari saat OTT berlangsung, tapi KPK tidak menemukannya.
Dalam OTT yang digelar sejak Kamis 25 Januari hingga Jumat 26 Januari itu, KPK mengamankan 10 orang dan menyegel sejumlah ruangan di kantor BPPD Sidoarjo. Hingga akhirnya KPK mengumumkan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo Siska Wati sebagai tersangka dugaan korupsi itu.
Berkaitan dengan keberadaan Gus Muhdlor, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan bahwa tim penyidik KPK sejak Kamis juga melakukan pencarian terhadap bupati Sidoarjo. Tapi keberadaan Gus Muhdlor tak terdeteksi lembaga antirasuah tersebut.
"Secara teknis pada hari Kamis sampai Jumat itu kami sudah melakukan secara simultan mencari yang bersangkutan (bupati Sidoarjo)," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan dilansir dari detikNews, Senin (29/1/2024).
Ghufron menyampaikan itu saat ditanyai mengapa Bupati Sidoarjo tidak turut diamankan dalam OTT di Sidoarjo? Ghufron mengatakan upaya pencarian sang Bupati tidak membuahkan hasil.
"Jadi tidak benar kalau kemudian jeda sampai 4 hari ini itu adalah kami menghindari, jadi tidak ada itu," katanya.
Meski tidak berhasil menemukan keberadaan Gus Muhdlor pada saat OTT, Ghufron memastikan bahwa proses hukum akan terus dilanjutkan. Lantaran tidak berhasil mengamankan saat OTT maka penyidik akan memanggil Gus Muhdlor.
"Tapi setelah kami tidak temukan yang bersangkutan pada hari penangkapan tentu kami akan melakukan prosedur hukum yaitu pemanggilan kepada yang bersangkutan sesuai proses penyidikan," tutur Ghufron.
KPK turut mencari Gus Muhdlor pada saat OTT karena ada dugaan bahwa pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo senilai Rp 2,7 miliar oleh Siska selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo dilakukan, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan bupati Sidoarjo.
"Pemotongan dan penerimaan dari dana insentif dimaksud di antaranya untuk kebutuhan Kepala BPPD dan Bupati Sidoarjo," ucap Nurul Ghufron.
Lebih gamblang Ghufron sebelumnya telah menjelaskan bahwa BPPD Sidoarjo telah mengumpulkan pajak sebesar Rp 1,3 triliun sepanjang 2023. Atas capaian itu, para ASN yang bertugas memungut pajak di BPPD Sidoarjo berhak mendapatkan insentif.
Namun, Siska yang kini menjadi satu-satunya tersangka dalam kasus ini, melakukan pemotongan secara sepihak atas insentif tersebut dan menyampaikan permintaan potongan dana itu secara lisan kepada para ASN.
"Dan adanya larangan untuk tidak membahas potongan dimaksud melalui alat komunikasi di antaranya melalui WhasApp," ucap Ghufron.
Besaran potongan insentif itu diterapkan oleh Siska antara 10-30% tergantung insentif yang diterima ASN. Penyerahan uang dilakukan secara tunai dan dikoordinir setiap bendahara yang ditunjuk dari 3 bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.
"Khusus di tahun 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp 2,7 miliar," kata Ghufron.
Dia juga mengatakan kasus ini menjadi pintu masuk KPK mengusut lebih lanjut soal dugaan pemotongan pajak. Dia sebutkan bahwa pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo itu diduga telah terjadi sejak 2021.
"Dugaan pemotongan ini sudah terjadi sejak tahun 2021 dan dari sebelum-sebelumnya. Kami akan dalami lebih lanjut," ucapnya(detikjatim)