Sidoarjo, 16 Juli 2024 — Fenomena suhu dingin yang dikenal dengan istilah 'bediding' melanda beberapa wilayah di Jawa Timur, termasuk Sidoarjo, dalam beberapa pekan terakhir. Penurunan suhu ini tidak hanya membuat masyarakat harus mengenakan pakaian lebih tebal, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan kesehatan mereka.
Banyak warga yang merasakan perubahan drastis suhu udara, terutama pada malam hingga dini hari. "Biasanya malam hari masih nyaman, tapi sekarang dinginnya sampai menusuk tulang. Saya sampai harus pakai selimut tebal dan jaket di dalam rumah," kata Lina (45), seorang warga Waru.
Fenomena 'bediding' ini tidak hanya berdampak pada kenyamanan, tetapi juga kesehatan tubuh. Dedi (52), seorang petani di kawasan Taman, Sidoarjo, mengeluhkan bahwa tubuhnya merasa lebih cepat lelah dan mudah terserang penyakit. "Beberapa hari ini saya sering pilek dan batuk. Badan juga cepat sekali capek. Mungkin karena cuaca dingin ini," ujarnya.
Menurut para ahli kesehatan, suhu dingin yang ekstrim bisa menyebabkan penurunan daya tahan tubuh. Dr. Rini Handayani, seorang dokter umum di Puskesmas Sidoarjo, menjelaskan bahwa paparan suhu dingin secara terus-menerus dapat membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi. "Ketika tubuh terpapar suhu dingin, sistem imun bisa melemah, membuat kita lebih mudah terkena flu, batuk, dan infeksi lainnya," jelasnya.
Dr. Rini menyarankan agar masyarakat menjaga kesehatan dengan cara mengonsumsi makanan bergizi, cukup istirahat, dan tetap aktif bergerak meskipun cuaca dingin. "Jangan lupa untuk tetap menjaga kebersihan dan mencuci tangan secara rutin. Menggunakan pakaian yang hangat dan menjaga agar tubuh tetap kering juga sangat penting," tambahnya.
Di beberapa desa, fenomena 'bediding' ini juga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Banyak petani yang terpaksa menunda kegiatan mereka di ladang karena suhu dingin yang ekstrim. "Biasanya kami mulai bekerja pagi-pagi sekali, tapi sekarang harus menunggu sampai matahari agak tinggi agar tidak terlalu dingin," ujar Suroto (60), seorang petani di daerah Wonoayu.
Bagi sebagian masyarakat, fenomena ini juga membawa kekhawatiran akan ketahanan pangan. Beberapa tanaman tidak tahan dengan suhu dingin dan mengalami kerusakan. "Tanaman sayur saya banyak yang layu dan rusak karena dingin. Kami harus mencari cara untuk melindungi tanaman agar tidak gagal panen," kata Nita (38), petani sayur di Tanggulangin.
Meskipun fenomena 'bediding' ini merupakan hal yang biasa terjadi pada musim kemarau di beberapa daerah, perubahan cuaca yang ekstrem tetap menjadi tantangan bagi warga. Pemerintah setempat diimbau untuk memberikan sosialisasi dan bantuan yang diperlukan agar masyarakat bisa menghadapi kondisi ini dengan lebih baik.
Warga diharapkan tetap waspada dan menjaga kesehatan selama fenomena 'bediding' berlangsung. "Semoga cuaca segera kembali normal dan kami bisa beraktivitas seperti biasa tanpa khawatir kesehatan terganggu," harap Lina.