Pengaruh 3 Srikandi Pilgub Jatim pada Capres Perempuan di Masa Depan



Di Kontestasi 3 tokoh perempuan di Pilgub Jatim 2024 menjadi hal yang menarik. Baik Khofifah Indar Parawansa, Tri Rismaharini, maupun Luluk Nur Hamidah adalah 3 tokoh perempuan yang kompeten dan berdaya saing.

Kehadiran 3 srikandi dalam Pilkada Jatim ini menunjukkan keterwakilan perempuan sebagai pemimpin saat ini sudah cukup tinggi. Ini merupakan perkembangan positif pada aspek kesetaraan gender.

Dosen Ilmu Politik FISIP Unair Febby Risti Widjayanto pun menilai bahwa inklusifitas dalam kepemimpinan di Jawa Timur adalah hal yang sudah dilakukan sejak beberapa waktu ke belakang. Ini menjadi contoh yang baik dalam hal kepemimpinan yang dia sebut mencapai level lebih tinggi.

"Di nasional misalnya, masyarakat akan lebih menanamkan kepercayaan pada perempuan, apalagi jika dirasa kinerjanya optimal. Implikasi ke depan kita akan menyaksikan banyak pemimpin perempuan, bukan hanya menteri, tapi capres kandidatnya juga bisa perempuan," kata Febby kepada detikJatim, Jumat (20/9/2024).

Febby pun menjelaskan salah satu faktor yang melatarbelakangi tingginya partisipasi perempuan sebagai pemimpin adalah karena peningkatan indeks pembangunan gender yang signifikan di Jawa Timur.

"Peningkatan indeks pembangunan gender (IPG) di Jawa Tmur lebih tinggi dari rerata nasional. IPG Provinsi Jatim pada 2022 mencatatkan nilai 92,08, sedangkan nasional berada di 91,63. Ini menunjukkan sejauh mana perempuan terlibat dalam aktivitas perekonomian dan berdaya secara ekonomi," jelasnya.

Febby menyebutkan semakin tinggi indeks pembangunan gender maka akan berpengaruh pada semakin berkembangnya aktivitas perempuan, termasuk di ranah politik.

Namun ia juga mengatakan bahwa ada beberapa kendala yang mungkin bisa dialami oleh perempuan saat pemilihan dalam Pilkada atau jika akan terjun ke dunia politik.

"Dari hasil riset bersama FISIP Unair setidaknya ada 4 hambatan utama. Pertama sumber daya finansial, misal dalam hal mencalonkan, kan, perlu sumber daya finansial besar. Kedua stigma kultural di masyarakat mengenai sosok pemimpin perempuan," jelasnya.

Ada pula beban ganda yang akan dialami perempuan antara pekerjaan rumah tangga dan karirnya di jabatan publik. Maka perlu pembagian peran yang adil dengan pasangan ataupun anggota keluarganya terkait hal ini.

"Terakhir juga ada tantangan bagaimana konstelasi politik yang melingkupi perempuan. Ketika perempuan ada di konstelasi politik yang kental dengan KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) itu punya konsekuensi ke depan akan sulit untuk perempuan lain bisa maju," pungkasnya.

(disadur detik.com)










Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler